KETIKA THE CONJURING UNIVERSE SUDAH TIDAK MENYERAMKAN LAGI

 KETIKA THE CONJURING UNIVERSE SUDAH TIDAK MENYERAMKAN LAGI

Beberapa hari lalu gua baru aja menyaksikan salah satu film horror fenomenal yang dirilis tahun ini yang berjudul The Nun II. Film ini merupakan sequel dari film pertamanya yang berjudul The Nun dan juga merupakan bagian dari The Conjuring Universe, sebuah semesta film-film horror yang diproduksi oleh New Line Cinema, the Safran Company, dan Atomic Monster, serta didistribusikan oleh Warner Bros. Pictures. The Nun II sendiri bercerita mengenai suster Irene yang harus berurusan untuk menangani beberapa kasus kematian janggal yang dialami oleh para biarawati maupun pastor gereja yang disebabkan oleh entitas iblis bernama Valak, yang telah kita kenal sejak kemunculan perdananya di film The Conjuring 2. Valak sendiri merupakan iblis berwujud biarawati yang jadi antagonis utama di film The Conjuring 2. Kekuatan dan kefenomenalannya membuat iblis ini mendapatkan filmnya sendiri sebagai prequel dari kisah The Conjuring 2.

Flashback sedikit, di tahun 2013 publik dihebohkan dengan kemunculan sebuah film horror yang mengguncang dunia. Film tersebut disutradarai oleh James Wan, sutradara yang melahirkan film Saw dan Insidious. Film ini menjadi buah bibir di kalangan masyarakat yang akhirnya berbondong-bondong untuk datang ke bioskop, bahkan ada yang bisa nonton lebih dari sekali demi merasakan kembali sensasi kengeriannya. Ya kalian benar, film ini berjudul The Conjuring. Mengingat film The Conjuring sangat sukses di pasaran pada tahun 2013, pasti kalian penasaran apa sih yang bikin film ini sampe bikin penonton bolak balik bioskop pada saat itu?.

The Conjuring berkisah mengenai sepasang suami istri yang berprofesi sebagai demonologis terkenal, yaitu Ed dan Lorraine Warren, yang harus menangani kasus keluarga Perron. Keluarga Perron sendiri baru saja pindah ke rumah tua di pedesaan Rhode Island dan kerap kali diganggu oleh entitas tak kasat mata yang meneror mereka secara terus menerus. Teror tersebut akhirnya berhasil diselesaikan dengan proses exorcism pada klimaks filmnya. Sekilas ceritanya seperti film horror formulatif pada umumnya bukan? tepat sekali. Lantas apa yang membedakan film The Conjuring dengan film-film horror lainnya? jawabannya adalah karena film ini diberi label "diangkat dari kisah nyata".

Ed dan Lorraine Warren dari film The Conjuring bukan sekedar tokoh fiktif semata, aslinya mereka berdua merupakan penyidik paranormal asal Amerika yang biasa menangani kasus-kasus aktifitas supranatural terkenal pada zamannya. Kepopuleran dari pasangan suami istri inilah yang menginspirasi film The Conjuring yang akhirnya sukses dan berkembang menjadi The Conjuring Universe dengan banyak film yang saling berkaitan dengan benang merah Ed dan Lorraine tersebut. Oke back to topic, lantas mengapa gua menulis artikel ini dengan judul "Ketika The Conjuring Universe Sudah Tidak Menyeramkan Lagi?", bukankah film pertamanya sangat fenomenal dan menggegerkan masyarakat?. Memang tak diragukan lagi kalau film The Conjuring memiliki kualitas yang sangat baik bagi sebuah film horror, namun untuk film-film setelahnya mungkin patut dipertanyakan, apakah mereka bisa melampaui standar dari film The Conjuring itu sendiri atau malah downgrade?.

Di awal gua telah menyebutkan bahwa gua baru saja menyaksikan film The Nun II, film terbaru dari The Conjuring Universe. Secara jujur gua sangat kecewa pada film ini, gua merasa film ini sudah tidak semenyeramkan film pendahulunya yaitu The Conjuring. Untuk itu gua memulai riset dengan menonton kembali film The Conjuring setelah sekian tahun lamanya. Btw terakhir kali gua nonton film The Conjuring itu saat masih kelas 3 SMP. Setelahnya gua bisa membuat perbandingan antara film The Nun II yang baru saja rilis dengan film The Conjuring yang rilis 10 tahun lalu. 

The Conjuring memiliki beberapa kekuatan tertentu yang dapat meyakinkan penonton serta meresapi kengerian dan ketegangan yang terjadi pada film ini. Pertama, penonton diperkenalkan bahwa film ini diangkat dari kejadian nyata yang menimpa keluarga Perron. Ketika tagline "kisah nyata" ini disuguhkan ke penonton, maka hal yang akan dicerna oleh penonton ketika menonton film ini adalah "Segala bentuk kejadian maupun peristiwa yang ada di dalam film ini pernah dialami oleh orang asli secara nyata". Jadi penonton lebih mudah teridentifikasi atau bahasa kerennya relate dengan kisah keluarga Perron di film ini. 

Kedua, film The Conjuring tidak menampilkan sosok iblis/setan secara blak-blakan (setidaknya sampai di menit ke 40-an). Awalnya kita diperlihatkan dengan anggota-anggota keluarga Perron, rumah barunya, seluk beluk ruangannya, dan juga latar belakang dari Ed dan Lorraine yang merupakan demonologis. Barulah ketika akhir babak satu dan memasuki babak kedua di film ini penonton melihat adanya beberapa kejanggalan beserta gangguan yang keluarga Perron alami. Aktifitas supranatural yang tidak biasa tersebut juga masih dalam batas wajar, namun intensitasnya naik sepanjang durasi film berlangsung. Hal-hal tersebut mulai dari jam yang berhenti pukul 03.07, luka lebam di Carolyn, ketukan pintu, lemari, sampai suara tepuk tangan pada permainan cari dan sembunyi.

Lihat kan? segala bentuk gangguan yang dialami oleh keluarga Perron masih masuk akal dan mungkin pernah dialami oleh sebagian penonton. Inilah yang menjadi salah satu faktor penentu bahwa film The Conjuring bisa menjadi sangat menyeramkan di mata penonton. Lanjut ke tahap berikutnya adalah poltergeist, film ini menghadirkan gangguan supranatural berupa poltergeist atau melayang/bergeraknya benda-benda yang ada di sekitar yang dilakukan oleh makhluk tak kasat mata. Pada film ini saat Ed dan Lorraine menginvestigasi dan berusaha mengumpulkan bukti di rumah keluarga Perron, terjadi beberapa kejadian aneh yang berhasil mereka rekam melalui media rekam seperti kamera dan sound recorder

Puncaknya adalah ketika salib-salib berjatuhan dan rambut Nancy ditarik dari sudut ruangan ke sudut lainnya. Pada scene ini penonton diajak untuk memasuki situasi yang mengancam tetapi tetap mempertahankan sisi logisnya. Gua merasakan bahwa pada scene ini kita dipaksa memikirkan bahwa "Ada hal-hal supranatural yang mengancam namun ia tak dapat membunuh manusia, mereka hanya bisa mengganggu". Seperti statement yang ditampilkan saat Ed dan Lorraine mengajar di sebuah kampus, bahwa fase terakhir dari gangguan makhluk astral adalah kerasukan/dirasuki, bukan sebuah pembunuhan yang dilakukan secara langsung oleh setan/hantu itu sendiri.

Ketiga, film The Conjuring memiliki tokoh Point of View (POV) penonton. Tokoh POV penton sendiri berfungsi mewakili pikiran jernih penonton pada film-film yang bersifat irasional yang mengangkat topik-topik tentang hantu, sihir, alien, monster dan hal-hal yang tidak masuk akal lainnya. Biasanya ia tidak akan percaya terhadap hal-hal irasional tersebut layaknya manusia normal. Pada film The Conjuring, kita dapat melihat beberapa tokoh tersebut, seperti Roger Perron dan Brad (walaupun Brad akhirnya percaya).

Baik Roger maupun Brad mewakili perspektif penonton yang netral dan tak percaya akan hal-hal gaib, mereka hanya bisa mengatakan hal tersebut benar adanya apabila kejadian tersebut disaksikan secara langsung. Penambahan tokoh POV penonton ini sangat penting pada film horror, karena akan memisahkan orang yang diterror dengan mereka yang masih "waras". Biasanya kejadian aneh dialami saat tokoh sedang berada sendirian, dalam kondisi yang tidak stabil, atau dialami oleh anak-anak yang bisa dibilang masih labil dari segi emosional, sehingga tokoh POV penonton tidak akan mempercayai cerita-cerita yang dituturkan oleh orang yang diterror. Akibatnya, akan ada dampak isolasi atau diasingkan bagi mereka yang mengalami kejadian supranatural ini, emosi dan ketakutan mereka akan naik, situasi akan terasa makin mencekam, sementara penonton yang mengetahui kejadian tersebut dari sudut pandang "dia maha tau" (omniscient) akan semakin mengantisipasi datangnya kejadian-kejadian selanjutnya dengan adrenalin yang meningkat.

Lalu yang keempat adalah explorasi backstory dari sosok antagonis di film The Conjuring. Film ini menuturkan secara mendalam siapa sosok yang mengganggu keluarga Perron beserta latar belakangnya. Ed dan Lorraine juga menjelaskan rangkaian motif yang berkaitan satu sama lain dengan kejadian mengerikan yang terjadi di tempat tinggal keluarga itu. Dengan demikian semuanya clear, penonton tahu jelas kengerian apa yang sedang mereka lihat di layar dan seberapa besar ancamannya.

Yang kelima sekaligus terakhir adalah klimaks, film The Conjuring menampilkan sebuah ritual pengusiran setan/exorcism yang cukup mencekam pada bagian final dari filmnya. Dengan efek barang-barang bergetar, kursi terbalik, burung-burung meneror rumah, hingga perubahan wajah Carolyn menjadi sosok Bathsheba, rasanya adegan ini cukup ikonik dan bikin banyak penonton tutup mata. Mungkin beberapa penonton lainnya juga bisa bernostalgia dengan adegan pada film The Exorcist (1973) yang legendaris tersebut, mengingat film-film horror sebelum The Conjuring tidak banyak yang mengangkat adegan pengusiran setan dengan tata cara gereja katolik. Ya itu dia beberapa faktor yang membuat film The Conjuring menyeramkan dan sukses sehingga bisa melebarkan sayapnya menjadi sebuah universe horror paling laris saat ini.

Nah setelah membahas betapa menyeramkannya film The Conjuring, gua akan menjelaskan mengapa film-film universe ini makin lama makin kendor, khususnya film The Nun II. Btw gua nggak bisa bahas semua film yang ada di universe ini karena akan sangat panjang dan kompleks pembahasannya apabila dijabarkan satu-satu. Oleh karena itu gua memilih The Nun II karena ia merupakan film teranyar dari The Conjuring Universe. Sebenernya sederhana aja, kalo kalian ingin tahu kenapa film The Nun II tidak menyeramkan buat gua, putar balikkan saja faktor-faktor menyeramkan yang telah gua sebutkan pada film The Conjuring.

Pertama, penonton tahu bahwa ini film terusan yang dibuat karena larisnya film pendahulunya di pasar, jadi segala bentuk peristiwa dan kejadian di film ini adalah fiktif belaka. Dari sini saja penonton sudah bisa menurunkan ekspektasi dan mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi di film ini. Psikologi penonton dapat dibuat lebih relax dan fokus hanya semata untuk menonton film yang dianggap hiburan atau untuk menyimak kisah lanjutan dari film sebelumnya. Namanya film horror pastinya akan tetap memacu adrenalin dong! benar juga sih, tapi mungkin dengan tidak adanya embel-embel "diangkat dari kisah nyata" membuat penonton nggak was-was saat pulang ke rumah atau ke kamar mandi sendirian setelah menonton film ini.

Kedua, film The Nun II sangat tidak logis, eh eh maksudnya gimana sih? bukannya film horror emang selalu nggak logis ya?. Oke gini, selalu ingat untuk menyingkirkan logika rasionalmu ketika menonton film-film horror, tapi untuk The Nun II rasanya udah kelewatan deh. Kita flashback dulu ke film The Conjuring dimana Ed dan Lorraine menjelaskan 3 tahapan aktifitas supranatural yang dilakukan setan; Infestation, Oppression, dan Possession. Ingat, tahapan terakhir (atau bisa kita bilang adalah puncaknya) adalah dimana korban dirasuki oleh entitas jahat yang ingin menguasai tubuh dan memakan jiwanya.

Lihat, betapa mudahnya film The Nun II menghancurkan itu semua di sequence awal filmnya. Alih-alih ingin menghadirkan opening sequence yang mengerikan dan memorable di benak penonton, membuat seorang pastor melayang dan terbakar secara spontan malah menjadikan film ini terlihat irasional dan berlubang. Selanjutnya adalah penyakit bawaan dari film pertamanya, yang mana semua entitas jahat pada film ini dapat mencederai manusia dengan leluasa. Hantu/iblis (atau zombie apa lah itu) pada film ini bisa mencekik, melempar, menciptakan duri, memindahkan lokasi, mengubur, bahkan membunuh manusia. Mereka yang tak kasat mata malah bisa menyentuh manusia sesuka hati dan mengganggu tokoh-tokoh pada film tanpa perlu adanya medium, sebuah plot hole yang sangat besar untuk The Conjuring Universe. Di saat The Conjuring (2013) berusaha maksimal untuk memunculkan kesan keraguan manusia akan hal-hal supranatural pada zaman itu, kedua film The Nun malah menampilkan terror setan bodoh yang bisa membunuh dengan seenaknya.

Ketiga, tidak ada tokoh POV penonton pada film The Nun II. Semua orang yang terlibat di asrama perempuan itu bisa melihat wujud setan, Valak tampil blak-blakan, mengobrak-abrik kastil, menghancurkan ruangan, dan berusaha mencuri relik suci, what the fuck ini sangat keterlaluan. Sangat tidak bisa dipercaya ketika anda menonton sebuah film horror di mana tidak ada dinding pemisah antara hal-hal supranatural dan kewarasan. Kalau tujuannya cuma untuk membunuh orang-orang dengan brutal, kenapa nggak bikin film slasher aja?. Inget lho ini film horror, penonton harus ada di ambang percaya dan tidak percaya antara hal-hal gaib dan nyata.

Selanjutnya, atau yang keempat adalah tidak adanya backstory dari Valak itu sendiri. Begini, harus diingat bahwa penonton sangat terkesima akan antagonis pada film-film The Conjuring, hal inilah yang membuat hantu-hantu ikonik itu mendapatkan filmnya sendiri di luar kisah Ed dan Lorraine. Annabelle mendapatkan kisahnya melalui ketiga filmnya, begitu pula Valak yang juga dapat dua film. Tapi mengapa sampai film kedua penonton masih tidak diberitahu siapa itu Valak? kenapa wujudnya adalah seorang biarawati? dan mengapa dia mengambil wujud seorang biarawati? seolah-olah ia hanya entitas jahat yang cuma ingin menciptakan kekacauan, hal inilah yang membuat kedua film The Nun tidak semengerikan The Conjuring yang sukses mengeksplorasi sosok Bathsheba Sherman sebagai antagonis yang ikonik pada film horror.

Yang terakhir tentunya klimaks yang membosankan. Seberapapun filmmaker mencoba untuk menghadirkan ritual doa untuk mengirim iblis kembali ke neraka, rasanya masih tidak ada yang bisa mengalahkan kengerian dari adegan exorcism yang dilakukan Ed dan Lorraine kepada Carolyn di basement rumah keluarga Perron. Beberapa film The Conjuring Universe rasanya memiliki ending yang makin formulatif, ditambah menyuguhkan adegan-adegan tak masuk akal saat ritual berlangsung, seperti hancurnya gedung, kerusakan dahsyat, dan bencana dengan skala maksimal malah membuat film ini lebih kayak film disaster ketimbang film horror. Beberapa faktor tadi membuat harapan gua untuk menonton film-film The Conjuring Universe yang selanjutnya pupus, tak ada yang spesial, tak ada yang lebih mencekam, dan tak ada lagi yang waras untuk diikuti di universe ini.

Nah itulah alasan-alasan yang dapat gua jabarkan mengenai "Ketika The Conjuring Universe Sudah Tidak Menyeramkan Lagi". Tentunya semua tulisan ini berdasarkan opini pribadi dan riset dari menonton film-film sebelumnya. Berikan pendapat kalian mengenai The Conjuring Universe dan artikel gua di kolom komentar. Terima kasih telah membaca tulisan ini, jangan lupa follow Instagram gua @im.amru dan subscribe channel Youtube gua: Daffa Amrullah.



 

Comments