REVIEW FILM 1 KAKAK 7 PONAKAN (2025)
"1 Kakak 7 Ponakan akan mengajak penonton untuk memaknai lebih dalam arti dari sebuah rumah dan keluarga secara hangat dengan sajian cerita yang memukau dari awal hingga akhir". Ini adalah kesimpulan singkat yang dapat gua tulis saat keluar dari bioskop setelah menonton film ini. 1 Kakak 7 Ponakan merupakan film drama yang disutradarai oleh Yandy Laurens yang diadaptasi dari sebuah sinetron dengan judul yang sama di tahun 1996. Film ini dibintangi oleh Chicco Kurniawan, Amanda Rawles, Ringgo Agus Rahman, Niken Anjani, Kiki Narendra, Fatih Unru, Maudy Koesnaedi, Freya JKT48, Ahmad Nadif, dan Kawai Labiba.
Bercerita mengenai Moko (Chicco Kurniawan), seorang mahasiswa jurusan arsitektur yang harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan studi dan karirnya demi merawat ponakan-ponakannya yang ditinggal mati oleh kakak dan kakak iparnya. Film ini menampilkan bagaimana perjuangan Moko dalam mengurus ponakan-ponakannya di tengah masa mudanya. Moko yang seharusnya bisa meraih cita-cita dan masa depan yang lebih baik, harus berkorban demi hidup orang lain yang ditanggungnya. Film ini akan membawa penonton dalam roller coaster emosi yang naik turun selama 2 jam 9 menit.
Secara jujur 1 Kakak 7 Ponakan adalah film drama keluarga yang dapat membuat gua jadi cengeng saat menontonnya di bioskop. Namun bukan hanya menjual kesedihan, film ini mampu membawa penonton untuk mengikuti kisah dari Moko dan ponakan-ponakannya yang penuh lika-liku secara intens dan emosional. Di awal film kita diperlihatkan dengan banyaknya karakter yang muncul di film ini dengan berbagai karakteristiknya yang berbeda-beda. Tanpa berlama-lama, sebelum menit ke-30 sebuah konflik besar masuk dan mengubah situasi cerita yang tadinya ceria.
Asumsi awal gua adalah "apakah film ini hanya akan menampilkan keseharian Moko setelah ditinggal mati kakak dan kakak iparnya?". Bahkan ada asumsi liar untuk menyamakan film 1 Kakak 7 Ponakan dengan film Roma-nya Alfonso Cuaron saat gua menonton dan terus menebak-nebak mau dibawa ke mana arah film ini. Bukan tanpa alasan, setelah sequence rumah sakit, rasanya film hanya berputar di tengah keseharian Moko yang kesulitan dalam mengurus ponakannya yang baru lahir dan mempertahankan rumah agar tetap hidup. Namun ternyata, Yandy Laurens memiliki benang merahnya tersendiri yang baru ia munculkan secara perlahan-lahan bagai mengupas sebuah kulit jeruk untuk mendapatkan buahnya secara utuh.
Di pertengahan film, barulah penonton bisa mengetahui "tentang apa film ini" dan sebegitu kerennya eksekusi yang dihadirkan hingga credit title muncul sebagai penutup film. 1 Kakak 7 Ponakan mendesain karakter-karakternya dengan sangat apik. Dari pemilihan cast hingga background story yang melatarbelakangi tiap-tiap tindakan yang dilakukan oleh mereka dan dampak yang terjadi setelahnya di dalam cerita benar-benar dirancang dengan baik. Gua hampir tidak menemukan karakter yang "tidak berguna" selama menonton film ini.
Berbicara soal filmnya, karakter Moko memang menjadi sentral yang memiliki screen time paling banyak, namun bukan berarti karakter lainnya tidak mendapatkan porsi tampil yang cukup. Bahkan dengan pas, film ini mampu menggali keresahan tiap-tiap karakternya dan mendelivernya kepada penonton dengan sangat emosional. Tema besar yang menaungi film ini juga tersampaikan dengan baik. Film ini mampu berbicara mengenai arti rumah, rasa tanggungjawab, sandwich generation, dan makna keluarga dengan ringan dan dapat diterima semua kalangan bahkan untuk penonton yang tidak ada di posisi Moko sekalipun.
Lagi-lagi soal Moko, Chicco Kurniawan berhasil tampil dengan sangat cemerlang dalam film 1 Kakak 7 Ponakan. Gua rasa Chicco mampu meyakinkan penonton untuk memahami perasaan dan emosi dari Moko hanya dengan sorot matanya, sebuah kemampuan berakting yang luar biasa. Ia juga mampu menjalin chemistry yang baik dengan pemain lainnya, khususnya Amanda Rawles yang membawa kebahagiaan di tengah-tengah terpaan situasi sialnya Moko. Tak lupa salut gua haturkan untuk akting Fatih Unru dan Kawai Labiba yang tak disangka-sangka (dan Ringgo Agus Rahman yang super ngeselin).
Kekuatan bercerita saja rasanya tidak cukup untuk menyanjung film 1 Kakak 7 Ponakan. Film ini juga memiliki eksekusi teknis yang memukau dan beberapa kali membuat gua tercengang. Dari pemilihan set yang tidak biasa, hingga adegan cuci mobil yang mempesona, berkali-kali Yandy Laurens membuat gua menganga ketika menyaksikan film ini. Pemilihan set yang tidak hanya jadi latar tempat, namun juga ikut berkontribusi dalam rangkaian cerita adalah salah satu point plus yang menjadi daya tarik film ini.
Dari blocking pemain dan pemilihan angle kamerapun gua rasa tidak biasa. Di mana umumnya adegan emosional dieksekusi dengan close up wajah pemainnya, di film ini malah ditampilkan dengan backshot bahkan profile shot. Yandy Laurens seolah-olah ingin berkata kepada penonton "Dengerin aja dialognya, ntar juga lo bakal nangis". Dan ternyata hal ini berhasil di gua. Ketika adegan-adegan tersebut muncul, gua dapat menangkap emosinya tanpa harus melihat raut wajah pemainnya.
Dari segi editing, 1 Kakak 7 Ponakan kerap kali menampilkan flashback dari perspektif karakter lain di luar Moko untuk mereveal kejadian-kejadian yang tidak diketahuinya. Sering juga kita diperlihatkan juxtaposisi yang menampilkan rutinitas yang sama dengan mood yang berbeda. Atau penggambaran scene yang intens namun menggunakan media lain maupun teknologi sebagai perantaranya. Eksperimen inilah yang membuat film 1 Kakak 7 Ponakan cenderung tidak monoton kepada aktifitas harian secara real yang begitu-begitu saja.
Mungkin aspek terakhir yang mau gua singgung melalui review ini adalah pemilihan musik dari Sal Priadi. Musik-musik yang dimainkan memang sangat cocok dengan sequence yang ditampilkan di layar. Lebih jauh lagi rasanya film ini memang dibuat berdasarkan atau mungkin terinspirasi dari lagunya Sal. Film 1 Kakak 7 Ponakan tahu benar rasanya menggaet penonton lewat lirik-lirik yang relate dengan keseharian mereka.
Sebenarnya masih banyak yang bisa didiskusikan terkait film 1 Kakak 7 Ponakan. Film yang heartwarming ini layak gua nobatkan sebagai salah satu film terbaik yang gua tonton di tahun ini. Film ini memberi penonton gambaran bahwa kebahagiaan dapat ditemukan di mana saja, di situasi sesulit apapun, dan bersama siapapun. Rumah dan keluarga yang ada baik nyata ataupun metafora jadi kunci sukses dari film ini, salut untuk para cast dan crew yang berhasil menguras air mata seisi bioskop tanah air.
Terima kasih telah membaca review ini, jangan lupa follow Instagram gua @im.amru dan Twitter gua @daffaamrullah.
Comments
Post a Comment