REVIEW FILM THE FAVOURITE (2018)

 Review Film The Favourite (2018)

Film The Favourite adalah salah satu film favorit gua dari sutradara yang biasa membuat film-film aneh, unik, satir, dan penuh dengan cibiran, siapa lagi kalau bukan Yorgos Lanthimos. Bingung mau nonton apa hari ini, gua akhirnya memutuskan untuk menyaksikan kembali film ini setelah beberapa tahun berselang. Dengan menonton kembali film The Favourite, rasanya gua menemukan banyak hal-hal baru yang mungkin tidak terlalu gua perhatikan saat menyaksikannya pertama kali.

The Favourite bercerita tentang perselisihan antara Sarah Churchill (Rachel Weisz) dengan sepupunya, Abigail (Emma Stone), dalam memperebutkan hati dan simpati dari sosok ratu Anne (Olivia Colman) yang tengah berkuasa. Dengan memanfaatkan kerapuhan hati dan fisik dari sang ratu, keduanya berusaha berebut untuk menjadi penasihatnya sembari menjalankan kepentingannya masing-masing dengan memanfaatkan kekuasaan yang mereka dapatkan ketika menjadi orang kepercayaan sekaligus kesayangan penguasa Inggris tersebut.

Film black comedy ini menampilkan berbagai ambisi, kelicikan, tipu daya, dan sandiwara antara tiga tokoh itu sepanjang film. Dengan chemistry yang memukau dari ketiga aktris ini, The Favourite hadir dengan sangat seru dan penuh dengan sarkasme yang juga menyinggung sejarah kerajaan Inggris pada masa lalu. Tokoh ratu Anne sangat mencuri perhatian di film ini, Colman berhasil memerankan sosoknya yang penuh dengan labilitas emosi, kikuk, manja, dan juga rapuh. Sementara duo Stone dan Weisz saling mencuri perhatian penonton dengan kepandaian mereka merajut strategi untuk saling menyingkirkan satu sama lain. Sosok Abigail sangat mudah untuk dicintai dengan wajah polos dan sikap humblenya, namun ternyata ia memiliki agenda busuk tersendiri di baliknya. Sementara Sarah, walaupun mulanya sangat easy untuk dibenci, ternyata ketulusannya terlihat perlahan-lahan seiring berjalannya waktu dan perubahan situasi yang terjadi selama film. Hal inilah yang membuat penonton gregetan ketika menonton film The Favourite.

The Favourite menurut gua adalah film Lanthimos yang tidak seabsurd film-film lainnya seperti The Killing of a Sacred Deer (2017), The Lobster (2015), maupun Dogtooth (2009). Namun bukan berarti filmnya tidak memiliki signature dari Lanthimos sendiri, masih ada beberapa unsur yang dapat kita temui layaknya yang ada di beragam film-film sebelumnya seperti situasi-situasi yang janggal dan awkward, tarian yang nyeleneh, dan open ending yang membuat penonton bertanya-tanya mengenai konklusi dari film tersebut. 

Pada film ini gua rasa Lanthimos semakin matang dalam menampilkan kesatiran filmnya melalui makna-makna tersirat pada simbol-simbol yang ada di filmnya, seperti kelinci dan burung yang kerap kali ditampilkan di beberapa adegan pada film ini. Kekuatan berceritanya juga disupport dengan teknik sinematografi, directing, dan editing yang tidak biasa yang dapat dirasakan penonton secara kasat mata sepanjang film secara konsisten. 

Untuk sinematografi, Robby Ryan selaku DoP menggunakan pendekatan yang tidak biasa, yang mana ia banyak menggunakan lensa wide untuk menampilkan gambar yang luas beserta seisi seluk beluk ruang istana dengan ruangan yang memiliki sisi gelap maupun terang yang ditinggali oleh ratu Anne, Abigail, dan Sarah. Penggunaan lensa ini tidak semata-mata hanya untuk menampilkan kondisi ruang, melainkan juga mendukung gagasan filmmaker untuk menyampaikan rasa terisolasi dan terkurung dari tokoh-tokohnya yang terjebak pada ambisi, ego, dan kecemasan masing-masing yang menghantui mereka sepanjang waktu. Lalu pengambilan gambar yang senantiasa menggunakan low angle merepresentasikan kesombongan dari bangsawan-bangsawan yang ada pada film ini, di mana dengan visual yang demikian, penonton akan merasakan sikap congkak tiap kali melihat tokoh-tokoh tersebut di dalam sebuah frame.

Dalam segi penyutradaraannya, Yorgos Lanthimos dengan leluasa mendobrak garis imajiner dan melanggar aturan 180° yang biasa diterapkan pada film-film Hollywood untuk menampilkan setiap perbincangan antar tokohnya. Hal ini didukung dengan gaya editing jump cut yang diterapkan sehingga ketidaknyamanan penyambungan gambar mempengaruhi situasi yang sedang berlangsung di tengah panasnya konflik antar karakter yang ada sepanjang film. Oh iya tidak lengkap rasanya apabila kita membahas film The Favourite namun tidak menyanjung departemen kostum, makeup, dan production design yang berhasil menampilkan kemegahan istana dan membawa kita menuju waktu lampau dengan nuansa kerajaan yang masih kental. Ketiga elemen tadi membuat film ini serasa mewah seperti memandang lukisan-lukisan berlatar abad pertengahan Eropa yang penuh arsitektur berkelas, gaun-gaun indah, dan wig unik yang menjadi ciri khas era itu.

Kesimpulannya adalah film The Favourite merupakan film terkeren dari Yorgos Lanthimos yang akan membuai penonton dengan komedi beserta tragedi dari sosok ratu Anne dan dua orang yang saling berebut untuk menjadi penasihatnya. Film ini penuh dengan keanehan, humor dewasa, dan kisah kejatuhan dari masing-masing tokohnya.

Terima kasih telah membaca review ini, follow instagram gua ya @im.amru dan subscribe channel youtube gua: Daffa Amrullah.


Comments