REVIEW FILM FORD V FERRARI (2019)
Review ini non spoiler, jadi kalian yang belum menonton filmnya bisa bernafas lega. Ford v Ferrari menceritakan tentang seorang desainer mobil Carroll Shelby (Matt Damon) dan juga seorang teknisi dan pembalap mobil Ken Miles (Christian Bale) yang berjuang untuk membuat sebuah mobil untuk Ford Motor Company demi mengalahkan Ferrari dalam perlombaan Le Mans 1966.
Secara cerita, James Mangold menyajikan sebuah kisah yang fresh dimana jarang sekali kita melihat sebuah film autobiografi bertema otomotif yang dibalut dengan cita rasa seunik dan semenarik Ford v Ferrari. Jujur di awal menonton gua sama sekali tidak berekspektasi apapun terhadap film ini, gua membiarkan durasi mengukir semua harapan dan kepuasan gua dalam menyaksikannya. Dengan 2 jam 32 menit, rasanya film ini berhasil mengolah semua unsur-unsur yang disajikan secara apik dan berkelas. Konflik yang dihadirkan memang sangat realistis dalam dunia pekerjaan, dimana sikap idealis selalu bertentangan dengan kapitalis yang berkecimpung semata-mata hanya untuk bisnis, namun Ford v Ferrari mengemas cerita dengan penuturan yang berporsi dan teliti.
Tiap-tiap karakter dibangun dengan fungsi dan durasi yang tidak kurang juga tidak lebih, masing-masing memiliki peranan yang terikat dan bukan semata-mata sebagai pemanis. Tokoh utama yang diperankan Christian Bale memiliki keunikannya tersendiri dibanding Matt Damon, Bale telah berusaha menyajikan seseorang yang keras kepala dan pantang menyerah namun tetap memiliki sisi manusiawi yang humoris, jenaka, dan sederhana. Walaupun Bale memiliki kekuatan yang besar, gua rasa performa Matt Damon juga tidak kalah, mereka malah saling menguatkan satu sama lain dengan chemistry yang dirasa sangat natural, dan tidak berlebihan.
Segi tata produksi Ford v Ferrari benar-benar memukau. Keseluruhan detail, akurasi bentuk, warna, dari properti serta latar dengan gaya 60 an akan sangat lekat di film ini. Yang menjadi kekuatan utama adalah bagaimana penyajian mobil-mobil sport, sirkuit, dan vibes Amerika yang penuh dengan rasa nyata dibalut dengan dominasi warna merah dan biru yang bolak-balik hadir dalam tiap shot.
Sinematografinya juga patut diacungi jempol. Penggunaan change focus, dan berbagai type of shot dengan tempo yang diatur sejalan dengan ketegangan cerita dan shot berlatar cahaya matahari sore serta pagi sangat memberikan keindahan secara estetik pada gambar yang di tampilkan. Teknis kamera pada pengambilan gambar adegan balapan juga merupakan sebuah pencapaian yang tidak main-main. Selain itu penataan musik, penyuntingan gambar, dan tata suara juga merupakan aspek penguat yang menyatukan karya James Mangold ini menjadi sebuah kehidupan yang nyata.
Ford v Ferrari memberikan impresi yang kuat, walaupun terkesan bertempo lambat di awal ternyata berimpact terhadap pembangunan setiap aspek-aspeknya yang ditampilkan secara kuat, berkesinambungan, dan romantis di paruh penutupnya. Gua jauh lebih menyukai film ini dibandingkan film-film balapan lainnya, seperti saga balapan yang tidak habis-habis dan berubah cerita menjadi aksi pertarungan pengemudi liar yang berotot dan kebal terhadap berbagai macam kecelakaan yang merajai bioskop setiap periode dua tahunan.
Nilai untuk film ini adalah 9/10.
Terima kasih telah membaca REVIEW FILM FORD V FERRARI (2019) di blog ini, kritik, saran, dan diskusi tentunya akan gua terima secara terbuka. Jangan lupa bagikan artikel ini kepada orang-orang di sosial media anda, mari kita tingkatkan kesadaran dan budaya membaca masyarakat Indonesia serta memberikan fasilitas diskusi bagi topik pembahasan dunia film di negeri ini.
Enjoy.
Comments
Post a Comment